Ely Susanti

Life Coach | Trainer | Events | Author

Mencintai apa yang dilakukan adalah cara mencintai kehidupan. Dan saya mencintai life coaching yang selalu membuat saya terpesona.

——

‘Bu, saya bingung suami saya tidak setuju saya memasukkan anak ke asrama, sedangkan saya tidak sanggup lagi mengurus 4 anak saya yang sangat berbeda karakternya.’

Begitulah keluhan seorang ibu muda di hadapan saya.

Jadi tujuan dalam sesi coaching ini, ibu mau mendapatkan apa?

‘Saya mau agar saya dapat memutuskan apakah perlu memasukkan anak ke asrama. Maksudnya memutuskan dengan sungguh-sungguh bukan setengah hati…’

Saya paham yang ibu maksudkan, apakah benar yang ibu mau adalah ibu dapat membuat keputusan dengan tepat sehingga ibu dapat menjalani pilihan tersebut dengan sungguh sungguh dan sepenuh hati?

‘Ya!! itu maksud saya :)’

Boleh diceritakan bu, apa yang membuat ibu berpikir asrama tempat yang lebih baik untuk anak ibu?

‘Begini ……
(Dengan panjang lebar diceritakanlah bagaimana perbedaan karakter setiap anaknya. Semangat belajar yang berbeda, cara belajar yang berbeda. Dengan perbedaan setiap anak yang rata-rata selisih umurnya 1 tahun, dia merasa tidak sanggup menjadi ibu yang baik.)

Singkat cerita, sampai pada titik dia mengatakan:
“Saya tidak sanggup lagi bu, saya sungguh tidak tahu lagi harus bagaimana mengatasi mereka.”

Ibu, saya pisahkan dulu ya…
1. Tidak sanggup dan tidak tahu adalah 2 hal yang berbeda.
2. Apa yang ibu maksud dengan menangani mereka? Nanti kita jabarkan ya bu…

Kita bahas yang pertama dulu,
sebenarnya yang ibu rasakan ibu tidak sangggup atau tidak tahu lagi harus bagaimana?

‘Ya..kan sama aja bu, karena saya tidak tahu lagi harus bagaimana, maka nya saya merasa tidak sanggup.’

Oh, baiklah….
Apakah boleh dikatakan kalau ibu tahu harus bagaimana atau tahu caranya maka ibu akan sanggup menjalaninya?

‘Tentu saja bu..’

——

Dan proses coaching terus berlanjut sampai saya terpesona.

Yang membuat saya terpesona adalah bagaimana ibu muda ini akhirnya menyadari bahwa dia bukan lagi berhadapan dengan perbedaan karakter anak atau cara membuat anaknya mau belajar agar naik kelas. Namun dia berhadapan dengan kemampuannya untuk belajar lagi tentang karakter manusia, bahasa cinta, cara belajar dan cara komunikasi.

Dan yang paling penting, berhadapan dengan ke-konsisten-an untuk mempraktekkan apa yang telah dipelajari.

Kalimat singkatnya, dia berhadapan dengan dirinya sendiri bukan lagi anak-anaknya. Bukan lagi suami yang tidak setuju dengan pemikirannya.

Dan yang membuat saya mencintai kegiatan ini adalah wajah cerah saat dia tahu apa yang dia hadapi dan menemukan cara menghadapinya.

Oh, itu sangat indah!

 

Terima kasih _/|\_

 

Salam,
Ely Susanti
Life Coach & Trainer

by. Ely Susanti

Life Coach